Senin, 12 Januari 2015

Sejarah Pulau Belitung


Belitung merupakan kepulauan yang mengalami beberapa pemerintahan raja-raja. Pada akhir abad ke-7, Belitung tercatat sebagai wilayah Kerajaan Sriwijaya, kemudian ketika Kerajaan Majapahit mulai berjaya pada tahun 1365, pulau ini menjadi salah satu benteng pertahanan laut kerajaan tersebut. Baru pada abad ke-15, Belitung mendapat hak-hak pemerintahannya. Tetapi itupun tidak lama, karena ketika Palembang diperintah oleh Cakradiningrat II, pulau ini segera menjadi taklukan Palembang.

Sejak abad ke-15 di Belitung telah berdiri sebuah kerajaan yaitu Kerajaan Badau dengan Datuk Mayang Geresik sebagai raja pertama. Pusat pemerintahannya disekitar daerah Pelulusan sekarang ini. Wilayah kekuasaaannya meliputi daerah Badau, Ibul, Bange, Bentaian, Simpang Tiga, bahkan jauh sampai ke daerah Buding, Manggar dan Gantung. Beberapa peninggalan sejarah yang menunjukkan sisa-sisa kerajaan Badau, berupa tombak berlok 13, keris, pedang, gong, kelinang, dan garu rasul. Peninggalan-peninggalan tersebut dapat ditemui dilihat di Museum Badau.

Kerajaan kedua adalah Kerajaan Balok. Raja pertamanya berasal dari keturunan bangsawaan Jawa dari Kerajaan Mataram Islam bernama Kiai Agus Masud atau Kiai Agus Gedeh Ja'kub, yang bergelar Depati Cakraningrat I dan memerintah dari tahun 1618-1661. Selanjutnya pemerintahan dijalankan oleh Kiai Agus Mending atau Depati Cakraningrat II (1661-1696), yang memindahkan pusat kerajaan dari Balok Lama ke suatu daerah yang kemudian dikenal dengan nama Balok Baru. Selanjutnya pemerintahan dipegang oleh Kiai Agus Gending yang bergelar Depati Cakraningrat III.

Pada masa pemerintahan Depati Cakraningrat III ini, Belitung dibagi menjadi 4 Ngabehi, yaitu :

1. Ngabehi Badau dengan gelar Ngabehi Tanah Juda atau Singa Juda;
2. Ngabehi Sijuk dengan gelar Ngabehi Mangsa Juda atau Krama Juda;
3. Ngabehi Buding dengan gelar Ngabehi Istana Juda.

Masing-masing Ngabehi ini pada akhirnya menurunkan raja-raja yang seterusnya lepas dari Kerajaan Balok. Pada tahun 1700 Depati Cakraningrat III wafat lalu digantikan oleh Kiai Agus Bustam (Depati Cakraningrat IV). Pada masa pemerintahan Depati Cakraningrat IV ini, agama Islam mulai tersebar di Pulau Belitung.

Gelar Depati Cakraningrat hanya dipakai sampai dengan raja Balok yang ke-9, yaitu Kiai Agus Mohammad Saleh (bergelar Depati Cakraningrat IX), karena pada tahun 1873 gelar tersebut dihapus oleh Pemerintah Belanda. Keturunan raja Balok selanjutnya yaitu Kiai Agus Endek (memerintah 1879-1890) berpangkat sebagai Kepala Distrik Belitung dan berkedudukan di Tanjungpandan.

Kerajaan ketiga adalah Kerajaan Belantu, yang merupakan bagian wilayah Ngabehi Kerajaan Balok. Rajanya yang pertama adalah Datuk Ahmad (1705-1741), yang bergelar Datuk Mempawah. Sedangkan rajanya yang terakhir bernama KA. Umar.

Kerajaan keempat atau yang terakhir yang pernah berdiri adalah Kerajaan Buding, yang merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Balok. Rajanya bernama Datuk Kemiring Wali Raib. Dari keempat kerajaan yang telah disebutkan diatas, Kerajaan Balok merupakan kerajaan terbesar yang pernah ada di Pulau Belitung.

Masa pendudukan Belanda-Jepang

Pada abad ke-17, Pulau Belitung menjadi jalur perdagangan dan merupakan tempat persinggahan kaum pedagang. Dari sekian banyak pedagang, yang paling berpengaruh adalah pedagangn Cina dan Arab. Hal ini dapat dibuktikan dari tembikar-tembikar yang berasal dari Wangsa Ming abad ke-14 hingga ke-17, yang banyak ditemukan dalam lapisan-lapisan tambang timah di daerah Kepenai, Buding dan Kelapa Kampit. Pedagang-pedagang Cina tersebut masuk ke Pulau Belitung kira-kira tahun 1293. Hal ini berdasarkan catatan dari seorang sejarawan Cina bernama Fei Hsin tahun 1436. Sedangkan orang Cina mengenal Belitung disebabkan pada tahun 1293, sebuah armada Cina dibawah pimpinan Shi Pi, Ike Mise dan Khau Hsing yang sedang mengadakan perjalanan ke Pulau Jawa terdampar di perairan Belitung.

Selain bangsa Cina, bangsa lain yang banyak mengenal Pulau Belitung adalah bangsa Belanda. Pada tahun 1668, sebuah kapal Belanda bernama 'Zon De Zan Loper', dibawah pimpinan Jan De Marde, tiba di Belitung. Mereka merapat di sungai Balok, yang saat itu merupakan satu-satunya bandar di Pulau Belitung yang ramai dikunjungi pedagang asing

Berdasarkan penyerahan Tuntang pada tanggal 18 September 1821, Pulau Belitung masuk dalam wilayah kekuasaan Inggris (meskipun secara de facto terjadi pada tanggal 20 Mei 1812). Oleh Residen Inggris di Bangka, diangkat seorang raja siak untuk memerintah Belitung, karena di pulau kecil ini sering terjadi perlawanan rakyat yang dipimpin oleh tetua adat. Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Kerajaan Inggris tanggal 17 April 1817, Inggris menyerahkan Belitung kepada Kerajaan Belanda. Selanjutnya atas nama Baginda Ratu Belanda, ditunjuk seorang Asisten Residen untuk menjalankan pemerintahan di Pulau Belitung.
Pada tahun 1823, seorang Kapten berkebangsaan Belgia bernama JP. De La Motte, yang menjabat sebagai Asisten Residen dan juga pimpinan tentara Kerajaan Belanda, berhasil menemukan timah. Selanjutnya seusai Traktat London tahun 1850, penambangannya diambil alih oleh Billiton Maatschapij, sebuah perusahaan penambangan timah milik Pemerintah Belanda di Belitung. Pada saat itu Belitung terbagi atas 6 daerah, yaitu :

::     Tanjungpandan dan Gantung/Lenggang yang berada langsung dibawah pemerintahan Depati;
::     Badau, Sijuk, Buding dan Belantu yang berada dibawah pemerintahan masing-masing Ngabehi.

Pada tahun 1890, pangkat Ngabehi dihapus dan digantikan dengan Kepala Distrik. Selanjutnya terdapat 5 distrik yaitu : Tanjungpandaan, Manggar, Buding, Dendang dan Gantung.

Tahun 1852 Belitung dipisahkan dari Bangka dalam urusan administrasi dan kewenangan penambangan timah. Pemisahan tersebut atas desakan JF. Louden (kepala pemerintahan pusat di Batavia), untuk mencegah pengaruh buruk dari Residen Bangka yang iri melihat pertambangan timah yang berkembang dengan pesat di Belitung.

Dalam rangkaian sistem pemerintahan Hindia Belanda, pada tahun 1921 Belitung dijadikan sebuah distrik yang dikepalai oleh seorang Demang yaitu KA. Abdul Adjis, yang dibantu 2 orang Asisten Demang yang membawahi 2 onder district, yaitu Belitung Barat dan Belitung Timur. Gemeente atau kelurahan di Belitung dibentuk pada tahun 1921-1924. Berdasarkan Ordonantie No. 73 tanggal 21 Februari 1924, ditetapkan sebanyak 42 Gemeente di seluruh Belitung.

Pada tahun 1933, Belitung berubah status menjadi satu Onder-afdeling yang diperintah oleh seorang Controleur dengan pangkat Assistant Resident, yang bertanggung jawab kepada Residen dari Afdeling Bangka - Belitung yang berkedudukan di Pulau Bangka.

Tanggal 1 Januari 1939 berlaku peraturan baru di wilayah di wilayah Belitung, yang berarti Pulau Belitung sudah diberi hak untuk mengatur daerahnya sendiri. Tentu saja hal tersebut mempengaruhi beberapa keadaan, misalnya Onder-afdeling Belitung meliputi 2 distrik yaitu, Distrik Belitung Barat dan Distrik Belitung Timur, yang masing-masing dikepalai oleh seorang Demang.

Tentara Jepang menduduki Pulau Belitung pada bulan April 1944, pemerintahan dikedua distrik dikepalai oleh Gunco. Pada awal tahun1945 oleh Jepang di Belitung dibentuk Badan Kebaktian Rakyat yang bertugas membantu pemerintahan. Masa pendudukan Jepang tidak lama, selanjutnya perubahan kembali terjadi ketika tentara Belanda kembali menguasai Belitung pada tahun 1946. Pada masa pemerintahan Belanda ini, Onder-afdeling Belitung diperintah kembali oleh Asisten Residen Bangsa Belanda, sedangkan penguasaan distrik tetap dipegang oleh seorang Demang yang kemudian diganti dengan sebutan Bestuurhoofd.

Masa kemerdekaan

Pulau Belitung sebagai bagian dari Residensi Bangka - Belitung, beberapa tahun lamanya pernah menjadi bagian dari Gewest Borneo, kemudian menjadi bagian Gewest Bangka - Belitung dan Riau. Tetapi hal tersebut tidak berlangsung lama, karena muncul peraturan yang mengubah Pulau Belitung menjadi Neolanchap. Selanjutnya sebagai badan pemerintahan dibentuklah Dewan Belitung pada tahun 1947. Pada waktu pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS), Neolanchap Belitung merupakan negara tersendiri, bahkan karena sesuatu hal tidak menjadi negara bagian. Tahun 1950 Belitung dipisahkan dari RIS dan digabungkan dalam Republik Indonesia. Pulau Belitung menjadi sebuah kabupaten yang termasuk dalam Provinsi Sumatera Selatan dibawah kekeuasaan militer, karena pada waktu itu Sumatera Selatan merupakan Daerah Militer Istimewa. Sesudah berakhirnya pemerintahan militer, Belitung kembali menjadi kabupaten yang dikepalai oleh seorang Bupati.

Masa sekarang

Pada tanggal 21 November 2000, berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000, Pulau Belitung bersama dengan Pulau Bangka memekarkan diri dan membentuk satu provinsi baru dengan nama Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Provinsi ini merupakan provinsi ke-31 di Indonesia.

Selanjutnya berdasarkan aspirasi masyarakat dan setelah melalui berbagai pertimbangan, Kabupaten Belitung memekarkan diri menjadi 2 kabupaten yaitu Kabupaten Belitung beribukota di Tanjungpandan dengan cakupan wilayah meliputi 5 kecamatan dan Kabupaten Belitung Timur dengan Manggar sebagai ibukotanya dengan cakupan wilayah meliputi 4 kecamatan.

Kontributor :
UPIK SUMARTI, SS
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Belitung
 With 

Secangkir Kopi di Belitung, Lebih Dari Sekadar Kopi



Di Belitung, warung kopi tidak hanya sekadar menyajikan kopi, namun juga tempat bersosialisasi. Mulai dari anak muda sampai pekerja, semuanya membaur di warung kopi. Sempatkan ngopi di Belitung saat liburan panjang.
Jika Anda berkunjung ke Belitung, sempatkan diri sedikit untuk mencari informasi di Warung Kopi Ake/Akiong di Pusat Kota Tanjung Pandan. Di sinilah pusat semua pemandu di Belitung berkumpul.
Tidak perlu takut soal harga informasi, jika di sana semua informasi itu free. Mereka bahkan sukarela mengantarkan Anda ke tujuan yang Anda inginkan, atau meminjamkan sepeda motor mereka. Tetapi mawas diri sajalah.
Beda lagi di Manggar, Warung Kopi Dicky ini sudah ada sejak 1984. Tapi ada lagi yang lebih tua, yaitu Warung Kopi Atet sejak tahun 1960-an.
Di Manggar, sepanjang hari semua orang senang nongkrong di warung kopi untuk sekedar ngobrol, main catur, main kartu, main gaple, atau urusan jual beli tanah, motor, bahkan rumah.
Yang paling aneh, seorang calon mantu pernah meminta izin bapak calon istrinya di warung kopi ini. Jadi, "Starbucks is so last year," di Belitung, warung kopi adalah pusatnya informasi bagi seluruh orang di Belitung.
Semua itu berawal dari segelas kopi dan bertanya kepada pedagang kopinya, dan pasti kopinya enak banget. Makin suka dengan Kopi "O" khas Belitung.
Walau kopi tersebut adalah kopi Lampung, tetapi biji kopi diolah menjadi bubuk kopi di Belitung. Uniknya, bubuk kopi Belitung ini tidak mengambang saat diseduh.
Saya akhiri dengan pernyataan pribadi saya, "Seruput sedikit kopinya, dan rasakan sensasi menjadi warga lokal." Bawa pulang kopinya, biar selalu kangen dengan Belitung.

 With 

Seruput Sedapnya Mie Belitung Atep


"Makanan khas di sini apa?" Para pecinta kuliner selalu bertanya begitu, karena jalan-jalan tak lengkap tanpa dibarengi dengan petualangan rasa. Ketika berada di Belitung, traveler bisa mencoba Mie Belitung Atep.

Hampir semua wisatawan yang mengunjungi Negeri Laskar Pelangi ini, bakal direkomendasikan untuk mencicipi Mie Belitung Atep. Mie Belitung sendiri memang berbeda dengan santapan mie kebanyakan.

Sajian mie kuning ini boleh dibilang adalah hasil kreasi lokal dengan cita rasa yang disesuaikan dengan wilayah geografis Belitung yang menghasilkan makanan laut.

Tak heran, siraman kuah kaldu udang dan beberapa udang rebus pun menjadi pelengkapnya. Irisan timun segar, potongan kentang rebus, tahu, tauge, dan emping melinjo pun tak ketinggalan menemani.

Nama Atep sendiri diambil dari pemiliknya, yakni Nyonya Atep, yang hingga kini masih ikut turun tangan langsung melayani pelanggan. Wanita yang kini berusia 69 tahun ini ternyata telah berjualan mie Belitung sejak 1973.

Tak berlama-lama, langsung saja detikTravel mencicipi sepiring mie Belitung yang diracik langsung oleh Nyonya Atep. Hmmmm... Rasa paling menonjol dari mie Belitung memang kuahnya.

Berasal dari kaldu udang asli dengan ditambahi bumbu-bumbu, kuah kental berwarna kecoklatan ini terasa manis dan gurih. Apalagi disantap selagi panas. Tak tahan untuk tidak menyeruput kuahnya sampai habis!

Harganya pun terbilang murah, cukup merogoh Rp 12.000 per porsinya. Jika belum puas dan ingin bawa pulang, bisa kok. Dengan syarat tertentu, Mie Belitung Nyonya Atep bisa bertahan sampai keesokan harinya.

"Mau dibawa ke mana? Jakarta? Kuahnya bisa dipisah dan nggak pakai irisan mentimun. Sampai di sana, dihangatkan dulu sebelum dimakan," kata wanita ramah ini.

Sambil tetap sibuk meracik mie, Nyonya Atep bercerita bahwa jualannya tidak membuka cabang di tempat lain. Dianggap sebagai penggagas mie khas Belitung, wanita keturunan Tiongkok ini mengaku mendapat resep Mie Belitung turun temurun dari leluhurnya.

"Resepnya gak berubah dari awal pertama berdiri," sebutnya.

Ditambahkannya, kedai mie miliknya awalnya tidak banyak dikunjungi. Namun lama-kelamaan, warungnya ini menjadi semakin ramai dikunjungi baik oleh warga lokal maupun wisatawan, hingga para artis dan pejabat.

Ngiler ingin mencicipi juga? Jika kebetulan ke Belitung, mampir saja ke warungnya yang berlokasi di Jalan Sriwijaya, sekitar Simpang Lima Taman Kota. Sangat dekat dari Tugu Batu Satam yang menjadi ikon Tanjung Pandan.

sumber : detik.com



 With 

Pesona Belitung Dari Puncak Mercusuar


Jika jalan-jalan ke Belitung, sempatkanlah untuk mampir ke Pulau Lengkuas. Ada mercusuar bersejarah peninggalan Belanda. Dari puncak mercusuarnya, kita dapat berfoto dan menikmati keindahan Pulau Lengkuas.

Alam Belitung benar-benar sangat indah. Jika Anda tidak takut ketinggian, cara menikmati keindahannya adalah dari puncak mercusuar di Pulau Lengkuas. Setelah menaiki ratusan anak tangga, terlihat panorama Belitung yang menawan.

sumber : detik.com


 With 

Ajaib! Batu Raksasa di Belitung Ini Tersusun Alami



Belitung terkenal akan batuan berukuran raksasa yang tersebar di pantainya. Ajaibnya, batu-batu berukuran raksasa itu saling tumpuk seperti sengaja, padahal terjadi secara alami. Yuk, lihat langsung ke Belitung.

Ada pemandangan yang khas di pantai dan laut di daerah Belitung, yaitu adanya batu-batu berukuran besar. Bukan berbentuk batu karang yang kasar, namun permukaan batunya agak halus. Selain itu susunannya pun terlihat sangat indah.

sumber : detik.com

 With 

Menakjubkan! Danau Kaolin di Belitung Seperti Bersalju


Belitung terkenal dengan banyak pantai yang indah. Selain itu, Belitung juga punya Danau Kaolin yang merupakan sisa dari bekas penambangan timah. Sisa dataran putihnya terlihat seperti salju yang mengering. Menakjubkan!

Pantainya yang unik dengan batu granit berukuran besar yang tersebar di pesisir pantai ini menjadi daya tarik untuk pariwisata di sana. Tapi ada sisi lain keindahan Belitung yang bisa kita nikmati selain pantainya. Ya, Danau Kaolin, keindahan Belitung dari sisi berbeda.

Mungkin pantai sudah terlalu mainsream untuk berburu sunrise. Kita bisa menikmati sunrise di Danau Kaolin ini dengan fantasi berbeda. Lokasi tempat penambangan ini memiliki kombinasi warna danau berwarna biru torquise dan dataran berwarna putih.

Satu yang disayangkan dari lokasi ini, para penambang tidak mempedulikan bekas galian yang membentuk lubang-lubang pada Danau Kaolin.

Banyak lokasi indah di Indonesia, hanya saja para manusianya tidak bisa merawat alamnya dengan baik. Padahal banyak tempat yang berpotensi untuk dirawat agar pariwisata di Indonesia bisa maju. Dengan banyak wisatawan, siapa yang diuntungkan? Penduduk sekitar tentunya.

Maka dari itu, seharusnya para warga Indonesia yang baik menjaga tempatnya masing-masing agar jangan cuma kita saja yang bisa menikmatinya. Tetapi sampai anak cucu kita.

Sumber : Detik.com


 With 

Melihat Aktivitas Nelayan Belitung dari Bukit Berahu




Bukit Berahu dan Tanjung Binga di kota Tanjung Pandan, Belitung bisa menjadi tempat destinasi liburan Anda selanjutnya. Pantainya indah, kulinernya lezat, semuanya berpadu menjadi satu. Perpaduan unik yang akan membuat Anda lupa daratan!
Bukit Berahu terletak di Desa Tanjung Binga, 18 km dari Kota Tanjungpandan. Bukit ini memiliki sebuah restoran di atas bukit. Sambil menikmati makanan di restaurant, kita dapat melihat pemandangan cantik nan memesona. Dilengkapi kolam renang serta cottage yang bersih dan nyaman.
Restoran ini berada di tepi pantai sehingga membawa suasana sejuk dan menyenangkan. Salah satu pemandangan sensasional yang dapat kita saksikan dari Bukit Berahu adalah aktivitas kapal nelayan Tanjung Binga.
Tanjung Binga merupakan cerminan uniknya wisata pulau Belitung mulai dari desa hingga pantainya riuh dengan kerubungan aktifitas nelayan nyang pulang pergi. Transportasi wisata jaman dulu berupa perahu nelayan tradisional khas yang bisa kita gunakan tertambat pula di dermaga klasik karena terbuat dari kayu.
Tanjung Binga terletak di kecamatan Sijuk, tepatnya di Desa Keciput, berjarak sekitar 18 kilometer dari kota Tanjung Pandan. Kehidupan Nelayan Tanjung Binga kontras terlihat dari banyaknya perahu tradisional yang tertambat di dermaga kayu.
Dermaga kayu Tanjung Binga berjarak kurang lebih 100 meter menuju laut, merupakan pelabuhan tempat mendaratnya perahu nelayan pengangkut ikan. Selain tangkapan ikan segar, hasil melaut yang didapat juga dikeringkan jadi ikan asin untuk kemudian dikirimkan keluar daerah bahkan diekspor. Anda
Tanjung Binga merupakan tempat melepas kerinduan makan ikan bakar segar. Dengan pilihan ikan sesuka kita, dan dijamin semua ikan fresh from the sea! Tentu saja berbeda rasa dengan ikan yang lama mengendam berjam-jam di lemari pendingin.
Di seputaran pantai Tanjung Binga terdapat pula 8 pulau kecil tak berpenghuni. Kita bisa menjelajah pulau-pulau tersebut. Banyak turis juga memilih pelabuhan Tanjung Binga untuk menuju tempat wisata pulau Lengkuas dan pulau Burung karena bisa sampai cepat ke pulau tujuan wisata mereka.
Semua keunikan aktivitas nelayan Tanjung Binga tersebut bisa pula dinikmati dari ketinggian Bukit Berahu. Di Bukit Berahu ini terdapat sebuah restoran, cottage, dan kolam renang yang dikelilingi pohon-pohon yang menyejukkan serta menghadap langsung ke pantai. Dari atas bukit, kita dapat berjalan kaki menapaki anak tangga yang cukup curam untuk sampai di tepi pantai.
Saat senja menjelang terlihat pemandangan mempesona berupa mentari yang perlahan turun ke peraduannya. Keindahan sunset di Bukit Berahu menjadikan kawasan ini juga disebut dengan nama Bukit Berahu Sunset Beach. Dari atas Bukit Berahu, kita juga bisa menyaksikan pada pagi hari perahu-perahu nelayan ditambatkan ditepi pantai sehingga menambah kecantikan pantai ini.
Namun, ketika malam tiba, perahu-perahu nelayan ini berpindah ke tengah laut untuk mencari ikan. Lampu-lampu perahu itu memberikan panorama lain lagi bagaikan gugusan bintang-bintang dilangit menciptakan suasana romantis sepanjang malam dengan irama deburan ombak yang tidk pernah putus-putusnya.
Bagi para pengantin baru yang akan berbulan madu, Bukit Berahu di Tanjung Binga dengan resort-nya yang unik dan romantik, dapat menjadi pilihan untuk sebuah memori berkesan yang takkan terlupakan. Sungguh indah!

sumber : detik.com




 With